Zina adalah dosa yang sangat besar dan sangat keji serta
seburuk-buruk jalan yang ditempuh oleh seseorang berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya
zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]
Para ulama menjelaskan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Janganlah kamu mendekati zina”, maknanya lebih dalam dari perkataan :
“Janganlah kamu berzina” yang artinya : Dan janganlah kamu mendekati
sedikit pun juga dari pada zina [1]. Yakni : Janganlah kamu mendekati
yang berhubungan dengan zina dan membawa kepada zina apalagi sampai
berzina. [2]
Faahisah فَاحِشَةً = maksiat yang sangat buruk dan jelek
Wa saa’a sabiila وَسَاءَ سَبِيلًا = karena akan membawa orang yang melakukannya ke dalam neraka.
Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa zina termasuk
Al-Kabaa’ir (dosa-dosa besar) berdasarkan ayat di atas dan sabda Nabi
yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila seorang hamba berzina keluarlah iman [3] darinya.
Lalu iman itu berada di atas kepalanya seperti naungan, maka apabila dia
telah bertaubat, kembali lagi iman itu kepadanya” [Hadits shahih
riwayat Abu Dawud no. 4690 dari jalan Abu Hurairah]
Berkata Ibnu Abbas. : “Dicabut cahaya (nur) keimanan di dalam zina” [Riwayat Bukhari di awal kitab Hudud, Fathul Bari 12:58-59]
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan berzina seorang yang berzina
ketika dia berzina padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan meminum
khamr ketika dia meminumnya padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan
mencuri ketika dia mencuri padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan
merampas barang yang manusia (orang banyak) melihat kepadanya dengan
mata-mata mereka ketika dia merampas barang tersebut pada dia seorang
mukmin” [Hadits shahih riwayat Bukhari no. 2475, 5578, 6772, 6810 dan
Muslim 1/54-55]
Maksud dari hadits yang mulia ini ialah :
Pertama : Bahwa sifat seorang mukmin tidak berzina dan seterusnya.
Kedua : Apabila seorang mukmin itu berzina dan seterusnya maka hilanglah kesempurnaan iman dari dirinya”[4]
Di antara sifat “ibaadur Rahman” [5] ialah : ‘tidak berzina’. Maka
apabila seorang itu melakukan zina, niscaya hilanglah sifat-sifat mulia
dari dirinya bersama hilangnya kesempurnaan iman dan nur keimannya. [6]
Setelah kita mengetahui berdasarkan nur Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa zina termasuk ke dalam
Al-Kabaair (dosa-dosa besar) maka akan lebih besar lagi dosanya apabila
kita melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa?
Kalau zina itu dilakukan oleh orang yang telah tua, maka dosanya akan
lebih besar lagi berdasarkan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
“Artinya : Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan
berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan
tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih,
yaitu ; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang
miskin yang sombong” [Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari jalan Abu
Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam seperti diatas]
Demikian juga apabila dilakukan oleh orang yang telah nikah atau
pernah merasakan nikah yang shahih baik sekarang ini sebagai suami atau
istri atau duda atau janda, sama saja, dosanya sangat besar dan
hukumannya sangat berat yang setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu
didera sebanyak seratus kali kemudian di rajam sampai mati atau cukup di
rajam saja. Adapun bagi laki-laki yang masih bujang atau dan anak
gadis hukumnya didera seratus kali kemudian diasingkan (dibuang) selama
satu tahun. Dengan melihat kepada perbedaan hukuman dunia maka para
ulama memutuskan berbeda juga besarnya dosa zina itu dari dosa besar
kepada yang lebih besar dan sebesar-besar dosa besar. Mereka melihat
siapa yang melakukannya dan kepada siapa dilakukannya.
Kemudian, kalau kita melihat kepada siapa dilakukannya, maka apabila
seorang itu berzina dengan isteri tetangganya, masuklah dia kedalam
sebesar-besar dosa besar (baca kembali haditsnya di fasal kedua dari
jalan Ibnu Mas’ud). Dan lebih membinasakan lagi apabila zina itu
dilakukan kepada mahramnya seperti kepada ibu kandung, ibu tiri, anak,
saudara kandung, keponakan, bibinya dan lain-lain yang ada hubungan
mahram, maka hukumannya adalah bunuh. [7]
Setelah kita mengetahui serba sedikit tentang zina [8], dan dosanya,
hukumannya di dunia di dalam syari’at Allah dan adzabnya di akhirat yang
akan membawa para penzina terpanggang di dalam neraka, sekarang tibalah
bagi kami untuk mejelaskan pokok permasalahan di dalam fasal ini yaitu
hamil di luar nikah dan masalah nasab anak. Dalam fasal ini ada beberapa
kejadian yang masing-masing berbeda hukumnya, maka kami berkata:
[Disalin dari kitab Menanti Buah Hati Dan Hadiah Untuk Yang Dinanti
(Diringkasg dari pembahasan pembuka HAMIL DI LUAR NIKAH DAN MASALAH
NASAB ANAK, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam
Jakarta, Cetakan I – Th 1423H/2002M]
_______
Footnote
[1]. Tafsir Al-Qurthubiy, Juz 10 hal. 253
[2]. Tafsir Ruhul Ma’aaniy Juz 15 hal. 67-68 Al-Imam Al-Aluwsiy Al-Baghdadi. Tafsir Bahrul Muhith Juz 6 hal. 33.
[3]. Yang dimaksud “kesempurnaan iman dan cahayanya” baca syarah hadits
ini di Faidlul Qadir Syarah Jami’ush Shagir 1/367 no. 660
[4]. Lihat syarah hadits ini di Fathul Bari no. 6772 Syarah Muslim Juz.2
hal.41-45 Imam An-Nawawi. Kitabul Iman oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah hal.239, 240
[5]. Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Furqan ayat 68
[6]. Lihatlah tentang permasalahan zina, kerusakannya, hukumannya,
dosanya, siksanya di kitab Jawaaabul Kaafiy, hal. 223 -239 dan 240 – 249
oleh Al-Imam Ibnul Qayyim
[7]. Tafsir Ibnu Katsir surat An-Nisaa ayat 22
[8]. Keluasan masalah zina dapat dibaca dan diteliti di kitab-kitab fiqih dan syarah hadits.
0 Komentar